Beranda | Artikel
Kembalilah, Wahai Jiwa!
Selasa, 28 April 2020

Segala puji bagi Allah Rabb seru sekalian alam. Salawat beriring salam semoga tercurah kepada hamba dan utusan-Nya; Nabi akhir zaman yang membawa rahmat bagi seluruh alam.

Amma ba’du.

Kaum muslimin yang dirahmati Allah, seorang muslim bahkan setiap manusia tidak bisa terlepas dari bantuan dan pertolongan Allah, walaupun hanya sesaat. Karena alam semesta dengan segala isinya ini tunduk berada di bawah kekuasaan Allah dan pengaturan-Nya. Tiada seekor binatang melata melainkan Allah pula yang menanggung rezekinya.

Hidup di alam dunia memiliki tujuan yang jelas dan bermanfaat. Allah berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (adz-Dzariyat : 56). Dengan demikian mewujudkan ibadah menjadi ruh dan semangat hidup bagi setiap insan beriman. Karena inilah tujuan pokok dia diciptakan oleh Allah.

Saudaraku yang dirahmati Allah, anda dan kita semuanya selalu membutuhkan Allah untuk membimbing perbuatan dan tindakan kita. Ucapan kita, gerak-gerik hati dan tingkah-laku anggota badan. Itu semuanya butuh hidayah dan taufik dari Allah agar tetap berada dalam bingkai kebenaran dan keikhlasan. Allah berfirman (yang artinya), “[Allah] Yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kalian; siapakah diantara kalian yang terbaik amalnya.” (al-Mulk : 2)

Banyak orang tidak lagi peduli dengan apa tujuan hidupnya. Mereka yang terlelap dalam mimpi-mimpi dan hanyut dalam fatamorgana. Mereka yang telah ditipu oleh sang durjana dan tergoda oleh angan-angan nista. Mengejar kemewahan dan kesenangan dunia tanpa peduli halal dan haram. Menumpuk-numpuk harta tanpa sedikit pun perhatian terhadap kewajiban agama.

Mereka mengetahui lahiriah dari kehidupan dunia tetapi dalam hal akhirat mereka sengaja melalaikannya. Hidup dalam kelalaian dan kebodohan. Hidup dalam cengkeraman hawa nafsu dan diperbudak oleh setan. Mereka inilah yang digambarkan oleh Malik bin Dinar rahimahullah dalam sebuah nasihatnya kepada sahabat-sahabatnya. Beliau berkata, “Orang-orang yang malang diantara para penghuni dunia. Mereka keluar darinya dalam keadaan tidak merasakan sesuatu yang paling baik di dalamnya.” Orang-orang pun bertanya kepada beliau, “Wahai Abu Yahya, apakah itu hal yang paling baik di dunia?” beliau menjawab, “Mengenal Allah ‘azza wa jalla.”

Ya, jujur kita akui bahwa masih banyak manusia yang terlalu cuek dengan agama, walaupun mereka mengaku dirinya muslim. Mereka menjadikan dunia sebagai puncak cita-citanya. Mereka lebih mengutamakan kehidupan dunia daripada kehidupan akhirat. Padahal akhirat itu lebih baik dan lebih kekal. Allah berfirman (yang artinya), “Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, beramal salih, saling menasihati dalam kebenaran, dan saling menasihati untuk menetapi kesabaran.” (al-’Ashr : 1-3)

Sedikit demi sedikit mereka tinggalkan agama demi mengejar ceceran dunia. Bagi mereka dunia adalah segala-galanya. Bangun tidur sampai tidur lagi hanya untuk mengejar ambisi-ambisi dunia. Apakah itu jabatan, kekuasaan, ketenaran, atau kekayaan dan kesenangan. Mereka merasa dirinya terbebas dari belenggu kesulitan padahal sebenarnya mereka telah menyerahkan dirinya kepada penghambaan kepada musuh bebuyutan Adam dan anak keturunannya. Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Mereka lari dari penghambaan yang menjadi tujuan mereka diciptakan, maka mereka pun terjebak dalam penghambaan kepada hawa nafsu dan setan.” 

Ilmu tauhid mengajarkan kepada kita untuk menghamba kepada Allah semata dan meninggalkan segala bentuk sesembahan selain-Nya. Oleh sebab itu segala hal yang membuat hamba melampaui batas dalam bentuk disembah, ditaati atau diikuti menjadi thaghut yang wajib dijauhi. Tauhid mencakup dua bagian pokok; kufur kepada thagut dan iman kepada Allah. Kufur kepada thaghut mengandung sikap membenci syirik dan menjauhinya serta memusuhi pelakunya. Iman kepada Allah mengandung sikap tunduk kepada syari’at-Nya dan menujukan ibadah kepada Allah semata.

Islam mengandung sikap pasrah kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya. Maka seorang muslim tidaklah dikatakan benar islamnya kecuali apabila dia bersyahadat laa ilaha illallah wa anna Muhammadar rasulullah. Syahadat laa ilaha illallah mengandung sikap tunduk kepada Allah dengan menujukan ibadah kepada Allah dan meninggalkan syirik. Adapun syahadat Muhammad rasulullah mengandung sikap ittiba’/mengkuti tuntunan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menjauhi bid’ah.

Allah berfirman (yang artinya), “Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya hendaklah dia melakukan amal salih dan tidak mempersekutukan dalam beribadah kepada Rabbnya dengan sesuatu apapun.” (al-Kahfi : 110)

Allah berfirman (yang artinya), “Dan seandainya mereka itu berbuat syirik pasti akan lenyap semua amal yang dahulu pernah mereka lakukan.” (al-An’am : 88)

Dari sini, kita mengetahui bahwa bukanlah ajaran Islam seruan yang mengajak agar kita membenarkan semua agama dan membiarkan manusia bersama syirik tanpa dakwah untuk mengingatkan mereka. Seruan yang seringkali dilontarkan oleh mereka yang dianggap sebagai kalangan cerdik cendekia. Padahal mereka adalah santri-santri madrasah Orientalis dan para pengekor paham Liberal. Hanya Islam agama yang mengajarkan tauhid.

Allah berfirman (yang artinya), “Dan barangsiapa yang mencari selain Islam sebagai agama maka tidak akan diterima darinya dan dia di akhirat akan termasuk golongan orang-orang yang merugi.” (Ali ‘Imran : 85)  

Allah berfirman (yang artinya), “Jika kamu berbuat syirik pasti akan lenyap seluruh amalmu dan benar-benar kamu akan termasuk golongan orang yang merugi.” (az-Zumar : 65)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Demi Tuhan yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tidaklah mendengar kenabianku diantara umat ini apakah dia beragama Yahudi atau Nasrani lalu dia meninggal dalam keadaan tidak beriman dengan ajaran yang aku bawa kecuali dia pasti akan termasuk kalangan penghuni neraka.” (HR. Muslim)

Dari sini kita pun menyadari bahwa tauhid bukan semata-mata keyakinan Allah itu ada, atau Allah itu tunggal dan tidak berbilang, atau keyakinan bahwa Allah pencipta alam semesta. Itu semua tidak cukup! Tauhid adalah mengesakan Allah dalam beribadah. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Hak Allah atas hamba ialah hendaknya mereka beribadah kepada-Nya dan tidak mempersekutukan dengan-Nya sesuatu apapun.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Maka sholat kita, sembelihan kita, nadzar kita, doa kita, istighotsah, kita tujukan kepada Allah semata. Tidak boleh menujukan ibadah kepada selain-Nya; apapun atau siapa pun dia. Allah berfirman (yang artinya), “Dan Rabbmu telah memerintahkan bahwa janganlah kalian beribadah kecuali kepada-Nya, dan kepada kedua orang tua hendaklah berbuat baik…” (al-Isra’ : 23)

Benar bahwa Islam mengajarkan rahmat kepada seluruh alam. Dan rahmat Allah itu luas mencakup siapa pun. Akan tetapi rahmat Allah yang khusus berupa kenikmatan surga hanya diberikan kepada orang-orang beriman. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kalian tidak akan bisa masuk surga kecuali apabila kalian beriman…” (HR. Muslim)

Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya barangsiapa yang mempersekutukan Allah benar-benar Allah haramkan atasnya surga dan tempat tinggalnya adalah neraka, dan tidak ada bagi orang-orang zalim itu sedikit pun penolong.” (al-Ma-idah : 72)

Demikian sedikit faidah yang bisa kami sajikan semoga bermanfaat bagi segenap pembaca. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.


Artikel asli: https://www.al-mubarok.com/kembalilah-wahai-jiwa/